Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenapa Universitas Di Jerman Tidak Masuk 50 Universitas Terbaik Di Dunia Tapi Menurut Kualitas Universitas Jerman Tidak Jauh Berbeda Dengan Universitas Universitas Terbaik Di Dunia




Kuliah dinegara maju barangkali merupakan salah satu impianmu. Apalagi kalau berhasil masuk ke universitas pringkat atas, niscaya sangat bangga, contohnya MIT, Stanford, Harvard, Oxford atau Sorbonne.

Universitas ini berada di peringkat 50 besar universitas terbaik di dunia. Apa saja yang di ukur sehingga universitas berada di peringkat atas? Biasanya, penguji melihat reputasi pengajar, jurnal ilmiah yang dihasilkan, kariri alumni, sampai kesetaraan gender.

Tapi ada sesuatu yang absurd dengan universitas di Jerman. Berdasarkan QS World University Ranking 2018, tidak ada satupun universitas di Jerman yang masuk 30 besar universitas top dunia.



Apakah ini berarti sistem pendidikan tinggi di Jerman tidak sebaik yang dibicarakan? Ternyata tidak. Faktanya, universitas di Jerman tidak mau buang-buang waktu memikirkan sistem pringkat tersebut. Mereka lebih memperdulikan semua warga mendapat pendidikan yang layak.

Kita akui, biaya yakni salah satu faktor penting dikala mau berkuliah. Misalnya di MIT atau Harvard, kau harus sangat pintar untuk mendapat beasiswa, atau berasal dari keluarga super kaya sehingga sangup mengambil derma di bank.

Ini membuktikan kalau universita top lekat denga image elit dan eklusif. Hal ini tidak akan kau temukan di Jerman. Pemerintah Jerman memandang pendidikan sebagai inventasi publik sehingga memberi harga murah untuk pendidikan.

Tapi jangan salah, murah bukan berarti tidak berkulitas. Misalnya Universitas di desa Gottingen yang tidak kalah berkulitas dengan Himboldt University di Berlin. Gottinged menghasilkan 12 peraih Nobel sementara Humboldt University melahirkan 15 peraih Nobel.

Jadi, susah menyebut mana kampus terbaik di Jerman, sebab memang semuanya berkualitas. Pihak kampus tidak berimventasi untuk meningkatkan ranking. Bahkan, mereka menolak sumber dana pihak ketiga yang sanggup mengganggu kemandirian institusi pendidikan.

Mahasiswa juga lebih peduli pada kualitas jurusan ketimbang pringkat kampus. Misalnya, bila berguru hukum, tentu akan berbeda jadinya bila kuliah di Munchen atau Rostock.