Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ajang Pencarian Jodoh Lewat Kabuenga

Berbeda dengan zaman kini yang serba instant ini dulu nenek moyang kita untuk mencari pasangan hidup saja harus melalui serangkaian prosesi upacara yang sakral dan khidmat demi menerima pasangan yang memang mumpuni dan sanggup bertahan lama. Salah satu rujukan tradisi ajang pencarian jodoh yang sangat menarik terdapat di kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Tradisi untuk mencari pasangan hidup di Wakatobi ini berjulukan kabuenga. Tradisi yang memang rutin diselenggarakan di kepulauan Wakatobi tiap tahunnya ini digelar di lapangan terbuka dan diikuti oleh semua penduduk Wakatobi yang sudah berilmu balig baik perempuan maupun laki-laki. Dalam tradisi ini setiap laki-laki dan perempuan yang menyatakan berniat untuk hidup bersama disandingkan pada semacam ayunan di tengah-tengah lapangan terbuka semoga semua orang sanggup menyaksikannya. 

Proses runutnya tradisi kabuenga ini ialah pertama-tama penduduk menyiapkan ayunan di tengah-tengah lapangan terbuka sebagai media pertemuan laki-laki dan perempuan yang akan mencari jodoh sampai diucapkannya ikrar untuk hidup bersama. Dalam tradisi kabuenga ini, para perempuan yang akan mencari pasangan hidup berkumpul melingkari ayunan dengan mengenakan pakaian budpekerti Wakatobi dan membawa makanan-makanan tradisional yang majemuk dan biasanya berwarna mencolok dan ditata sedemikian rupa sampai terlihat menarik. Kemudian para perempuan ini menarikan sebuah tarian yang disebut tarian pajoge dengan iringan gendang dan suara gong sebagai pembuka prosesi sakral ini. Ketika tarian ini sedang dimainkan oleh para perempuan tadi kaum laki-laki dipersilahkan untuk memperlihatkan uang kepada sang wanita. 

Makna filosofis dari tarian ini bercerita perihal budpekerti kebiasaan dari sebagian kaum laki-laki Wakatobi yang selalu menjadi perantau di negeri orang. Dan dikala dalam perantauan inilah berjanji bahwa jika pulang ke Wakatobi nanti akan menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk diberikan kepada para penari yang menyambut kepulangannya. Untuk mengiringi prosesi kabuenga ini, para pemangku budpekerti kemudian berjalan mengelilingi ayunan kabuenga tadi sambil mengalunkan kidung-kidung tradisional. 

Setelah pemangku budpekerti menuntaskan alunan kidungnya kemudian dilanjutkan oleh kaum perempuan yang juga mengelilingi ayunan tadi sebanyak 7 kali sambil juga mendendangkan lagu-lagu tradisional Wakatobi dengan membawa minuman ringan yang pada nantinya akan diberikan kepada laki-laki yang dicintainya. Kaum perempuan yng berada dalam barisan ini disebut sebagai kelompok kadandio.

Ketika menjalankan prosesi ini kaum perempuan yang tergabung dalam kelompok kadandio diharuskan untuk berperilaku sopan santun kepada seorang laki-laki yang akan diberi minuman persembahan tadi semoga sang lelaki menjadi terkesan dan mau mendapatkan minuman pertolongan sang wanita. Prosesi pertolongan minuman ini disebut sebagai budpekerti pasombui. 

Setelah kaum perempuan simpulan kini giliran sang lelaki melaksanakan hal yang sama yaitu mengelilingi ayunan sebanyak 7 kali. Tapi, berbeda dengan sang perempuan yang membawa minuman ringan maka para lelaki ini sambil melantunkan pantun membawa semacam parcel yang berisi macam-macam kebutuhan sehari-hari dari mulai kuliner sampai pakaian.

Yang menarik dari prosesi ini ialah sesudah sang lelaki menyerahkan barang-barang yang dibawanya kepada sang perempuan, dilanjutkan dengan berbalas pantun. Dalam berbalas pantun ini pantun-pantun yang dilantunkan oleh kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) berisi perihal ungkapan-ungkapan cinta kepada pasangannya sampai kemudian keduanya berikrar untuk hidup bersama sehidup semati.

Setelah keduanya berikrar maka keduanya pun diantar oleh pemangku budpekerti menuju ayunan kabuenga. Setiap pasangan yang duduk di atas ayunan itu kemudian diayun oleh sang pemangku budpekerti tadi sambil dinyanyikan irama syair dan pantun.

Dan sesudah melewati prosesi ini setiap pasangan selanjutnya berpisah dan kembali pulang ke rumah masing-masing sambil menunggu pembicaraan antar kedua keluarga untuk kemudian menuju pelaminan.