Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pandangan Ranggawarsita (Dalam Paramayoga) Mengenai Agama Kristen

Sebenarnya Ranggawarsita dalam karyanya yang berjudul Paramayoga yang setengah mistis itu tidak benar-benar mengkhususkan diri membicarakan agama kristen melainkan hanya dalam bab-bab terakhir saja pujangga Jawa itu menyebut-nyebut perihal fatwa nabi Ngisa.

Dalam salah satu potongan terakhir dari buku tersebut ia melukiskan, bagaimana Ki Jaka Sengkala yang keturunannya berdasarkan takdir Ilahi akan memenuhi pulau Jawa, berkenalan dengan fatwa Isa. Jaka Sengkala yang sedang merantau, mencari pengetahuan yang sejati, diisyarati oleh Batara Wishnu untuk mencar ilmu pada seorang nabi di tanah orang-orang Ibrani, sebab nabi dari sana lebih bersakti lagi daripada Batara Wishnu. Nabi yang diselubungi misteri itu mengajari Ki Sengkala yang masih muda itu ilmu yang membuatnya merasa senang. Ajaran itu berkisar pada “pembebasan rohani dan maka dari itu dalam hati Jaka Sengkala timbul hasrat untuk menjadi murid nabi Ngisa itu.

Enggaling carios Jaka Sengkala sampun puruhita dateng raja pandita angangge agama Ngisa. Lajeng kawulang ing ngelmi kalepasan ing mudi, sampurnaning kasidan andadosaken mareming manahipun Jaka Sengkala. Malah lajeng karem dateng ngelmi mangsuding agami; sareng sampun sawetawis lami Jaka Sengkala gadah kajeng bade nyakabat Kangjeng Nabi Ngisa…*

Rasa puas akan fatwa Yesus kemudian menuntun Jaka Sengkala untuk menyembah Allah. Yang menarik ialah bahwa fatwa Isa ini dilukiskan Ranggawarsita sebagai “pembebasan budi” dan “kepergian yang sempurna”. Di sini fatwa Ngisa mengatasi fatwa Batara Wishnu sendiri. Yesus menunjukkan pengetahuan perihal kehidupan, dialah “manusia sejati”. Namun pengetahuan sejati itu tidak terikat secara ekslusif kepada Ngisa sendiri, kepada pribadinya. Maka dari itu, berdasarkan Ranggawarsita, untuk menjadi penganut fatwa Ngisa ini Jaka Sengkala tidak harus mencar ilmu pribadi pada nabi Ngisa, melainkan cukup menghadap seorang nabi lain, seorang nabi yang akan muncul di pulau Jawa.

Dari kutipan tersebut kita sanggup menyimpulkan pandangan Ranggawarsita mengenai agama Kristen. Bagi pujangga ini agama Nasrani merupakan suatu bentuk gres mengenai pengetahuan mistik. Sesudah nabi Ngisa maka di pulau Jawa akan muncul seorang nabi lain yang mengajarkan pengetahuan yang sama. Setiap negara memiliki nabinya sendiri. Orang-orang Ibrani memiliki nabinya sendiri, begitu pula orang-orang Jawa. Inti fatwa nabi-nabi itu sama.

Ranggawarsita sanggup mengintegrasikan iman kristiani dengan alam pikiran Jawa, tetapi sekaligus agama tersebut juga didandani sesuai dengan alam pikiran priyayi. Agama kristen berdasarkan pandangan Ranggawarsita menitik beratkan pada roh, budi, sebuah elmu yang melepaskan diri dari dunia, insan meninggalkan dunia secara sempurna.

Apa persisnya arti fatwa Yesus tidak diterangkan oleh Ranggawarsita. yang diterangkan oleh Ranggawarsita di buku ini hanyalah bahwa segala bentuk mistik, guna-guna dan praktek-praktek berbau klenik ditolak oleh fatwa gres ini. Hanya itu, tak kurang dan tak lebih. []